Blogroll

Pages

Sunday, May 3, 2015

PERGERAKAN BANGSA INDONESIA SEBELUM 1908

PERGERAKAN BANGSA INDONESIA SEBELUM 1908 YANG MANA BUDI UTOMO (ORGANISASI ) BELUM LAHIR,, MASIH BERUPA PEPERANGAN,

ya berikut ini adalah daftar perang2 di indonesia sebelum 1908

a.   Perang Padri

       Merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.

Perang Padri ini terjadi pada kawasan Kerajaan Pagaruyung antara tahun 1803 hingga 1838, sempat mereda tahun 1825 namun kembali berkecamuk tahun 1830.

Peperangan ini dimulai dengan munculnya gerakan Kaum Padri (Kaum Ulama) dalam menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di kalangan masyarakat yang ada dalam kawasan Kerajaan Pagaruyung sekitarnya, seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium), minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan dan umumnya pelaksanaan longgar kewajiban ritual formal agama Islam.

              Perbedaan pendapat ini memicu peperangan antara Kaum Padri yang dipimpin oleh Harimau Nan Salapan dengan Kaum Adat di bawah pimpinan Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kemudian peperangan ini meluas dengan melibatkan Belanda. Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras harta dan mengorbankan jiwa raga.

Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya serta munculnya perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.


b.     Perang Banjar


  (1859-1905) adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang terjadi diKesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Perang Banjar berlangsung antara 1859 -1905.


Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin bertambah. Selain itu sebab lainnya adalah Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullahsebagai sultan yang sebenarnya tidak berhak menjadi sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan, Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.


Setelah sekian tahun Belanda mempermainkan kesultanan tempat kelahirannya akhirnya perang pun dimulai. Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi perang gerilya dengan membuat kerajaan baru di pedalaman dan membangun benteng-benteng pertahanan di hutan-hutan. Namun setelah berperang Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran Antasari wafat, perjuangan tetap berlanjut yang dipimpin oleh Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Muhammad Arsyad, dan Antung Durrahman. Oleh pemimpin-pemimpin tersebut, rakyat masih bergerilya dengan se-sekali melakukan serangan kepada Belanda sampai awal abad ke-20. Dengan hilangnya para pemimpin, maka perlawanan rakyat Banjar pun menjadi lemah. Akhirnya perlawanan pun padam. Selanjutnya Banjarmasin sepenuhnya dikuasai Belanda.



c. Perang Diponegoro            

Perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa,Hindia Belanda, antara pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000. Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa.
d.Perang Makassar 1669

Sebanyak 250 kapal perang dari kerajaan Gowa Makassar, meninggalkan pelabuhan Galesong, menuju laut Banda. Beriringan dengan penuh ketegangan dan membawa serta meriam “anak Makassar” yang begitu tersohor. Diantara kapal-kapal itu, ada dua kapal yang berukuran lebih besar sebagai pemimpin armada, namanya “Tunipalangga” dan “Gallek Karaenta”. “Tunipalangga” di komondai oleh I Makkuruni dan “Gallek Karaenta” dipimpin oleh panglima perang laut paling tersohor di Kerjaan Gowa, adalah Itanrawa Daeng Riujung Karaeng Bontomarannu. Pasukan-pasukan Belanda menjulukinya Admiral Monte Maranno.

Pada 10 Juni 1669, armada kapal Gowa itu menghadang 200 armada kapal Belanda yang dipimpin oleh Admiral Johan van Daam. Dia adalah seorang pemipin yang pernah menghadapi langsung I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape bergelar Sultan Hasanuddin.
Johan van Dam didampingi oleh seorang perwira yang cakap yakni Kolonel Marco de Bosch dan Kapten de Larssen. Tak hanya itu, beberapa sekutu lainnya ikut menemani antara lain raja Kerajaan Bone Latenritatta Aruppalakka, hingga perwakilan dari armada Buton dan Ambon. Para pembesar itu berdiskusi ringan di atas kapal induk “Van Hoyer”. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Semua kapal siaga. Van Dam merasa terkurung. Strateginya mulai berjalan, beberapa kapal mulai dibelokkan ke arah Selatan untuk mengurung pasukan Gowa. Tapi itu tak berlangsung, sebab kapal rombongan Tunipalangga yang berpisah dengan Gallek Karaengta sejak di laut Selayar lebih dulu berbelok menghadang dari arah belakang.

Lalu tibalah saatnya, meriam “anak Makassar” di ledakkan. Suaranya menggelegar memenuhi laut Banda yang diguyur hujan deras. Meriam itu sangat dikenal dan ditakuti oleh Kompeni. Daya jangkau ledakannya sangat jauh dan pelurunya sangat besar. Pasukan Belanda tak menyangka jika “anak Makassar” akan dibawa serta ke lautan, karena keberadaannya sebelumnya adalah di dinding benteng Somba Opu pusat utama kerajaan Gowa sebagai tameng pelindung. Van Dam tak kuasa menahan geram. Dia terkurung dan tak mampu berbuat apa-apa. Dia kemudian turun dari kapal induk Van Hoyer, bersama sekutu kerajaan. Van Dam melarikan diri dan memrintahkan Marco de Bosch mengambil alih pimpinan. Tapi de Bosch tak bisa berbuat apa-apa. Dia kemudian mati dalam peperangan itu. Jasadnya terkubur di laut Banda.

e.Perang Maluku (1817)

Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, monopoli diberlakukan lagi. Diberlakukan lagi sistem ekonomi uang kertas yang sangat dibenci dan keluar perintah sistem kerja paksa (rodi). Belanda tampaknya juga tidak mau menyokong dan memerhatikan keberadaan gereja Protestan dan pengelolaan sekolahsekolah protestan secara layak. Inilah penyebab utama meletusnya Perang Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura.
Pada tanggal 15 Mei 1817, pasukan Pattimura mengadakan penyerbuan ke Benteng Duurstede. Dalam penyerangan tersebut, Benteng Duurstede dapat diduduki oleh pasukan Pattimura bahkan residen van den Berg beserta keluarganya tewas. Tentara Belanda yang tersisa dalam benteng tersebut menyerahkan diri. Dalam penyerbuan itu, Pattimura dibantu oleh Anthonie Rheebok, Christina Martha Tiahahu, Philip Latumahina, dan Kapitan Said Printah.
Berkat siasat Belanda yang berhasil membujuk Raja Booi, pada tanggal 11 November 1817, Thomas Matulessy atau yang akrab dikenal dengan gelar Kapitan Pattimura berhasil ditangkap di perbatasan hutan Booi dan Haria. Akhirnya vonis hukuman gantung dijatuhkan kepada empat pemimpin, yaitu Thomas Matullessy atau Kapitan Pattimura, Anthonie Rheebok, Said Printah, dan Philip Latumahina. Eksekusi hukuman gantung sampai mati dilaksanakan pada pukul 07.00 tanggal 10 Desember 1817 disaksikan rakyat Ambon.
2.    Peran  Dr Snouck Hurgronje adalah dengan menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Memberikan Usulan strategi kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.
3.      Kolonialisme berasal dari kata Colunus (Colonia) yang berarti suatu usaha untuk mengembangkan kekuasaan suatu Negara di luar wilayah Negara tersebut. Kolonialisme umumnya bertujuan untuk mencapai dominasi ekonomi atas sumberdaya manusia dan perdagangan disuatu wilayah, wilayah koloni umumnya adalah daerah-daerah yang kaya akan bahan mentah untuk keperluan Negara yang melakukan kolonialisme atau Negara penjajah, singkatnya kolonialisme bertujuan untuk menguras habis SDA dari Negara yang bersangkutan untuk dibawa ke Negara induk/Negara penjajah.
           Imperialisme adalah usaha memperluas kekuasaan suatu Negara untuk menguasai Negara lain, imperialisme dibagi menjadi dua macam, yaitu imperialsime Kuno dan Modern, secara umum imperialisme bertujuan untuk menanamkan pengaruh pada semua bidang kehidupan Negara yang bersangkutan / lebih mengutamakan daerah jajahan atau kekuasaan dibanding SDA dari daerah jajahan.
         Jadi dari Kolonialisme dan Imperialisme adalah akan membuat Negara penjajah menjadi makmur, sementara yang dijajah semakin menderita.

4.   Perang padri yang terjadi di Sumatra Barat.

 Rakyat Minangkabau bersatu melawan Belanda. Perlawanan terhadap Belanda di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Untuk mengatasi perlawanan rakyak Minangkabau, Belanda menerapkan siasat adu domba. Dalam menerapkan siasat ini Belanda mengirimkan pasukan dari Jawa di bawah pimpinan Sentot Prawiradirja. Ternyata Sentot beserta pasukannya membatu kaum padri. Karena itu Sentot ditangkap dan diasingkan ke Cianjur,Jawa Barat. Pada akhir tahun 1834, Belanda memusatkan pasukannya menduduki kota Bonjol. Tanggal 16 Juni 1835, pasukan Belanda menembaki Kota Bonjol dengan meriam. Dengan tembakan meriam yang sangat gencar Belanda berhasil merebut Benteng Bonjol. Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol menyerah. Dengan menyerahnya Tuanku Imam Bonjol berarti padamlah perlawanan rakyat Minangkabau terhadap Belanda.

Perang Diponegoro yang terjadi di Jawa. Untuk mematahkan perlawanan Diponegoro, Belanda melaksanakan siasat Benteng Stelsel (sistem benteng). Dengan berbagai siasat, akhirnya Belanda berhasil membujuk para pemimpin untuk menyerah. Melihat hal itu, Pangeran Diponegoro merasa terpukul. Dalam perlawanannya akhirnya Pangeran Diponegoro terbujuk untuk berunding. Dalam perundingan, beliau ditangkap dan diasingkan ke Makassar sampai akhirnya meninggal dunia pada tanggal 8 Januari 1855.
(wikipedia.com)
(blogspot.com)

0 comments:

Post a Comment